Perjumpaan Yang
Sederhana
April, tahun pertama
kota ini sedang dilanda gerimis, tatkala hidupku ditaktidkan untuk berubah selamanya. Adalah matamu yang pertama kali berbicara, menembus pertahananku secara membabi buta. Kau diamkan tanganmu di dalam jabatanku selama beberapa detik. Aku idamkan tanganku di dalam genggamanmu untuk selamanya. Segala keteraturan yang kubangun selama ini, runtuh dalam sekejap. Padahal, perjumpaan kita begitu sederhana; tidak sedramatis kisah-kisah yang di dongengkan para pujangga. Meski begitu, bagiku kau istimewa, melebihi apa yang mampu digambarkan susastra. Bahkan, aku yakin kau bukan manusia biasa. Mungkin kau adalah malaikat yang sedang menyamar, diturunkan bersama lusinan bom atom yang meledakkan dimensiku. Dan aku hanya bisa pasrah membiarkan perkenalan kita dimulai.
Hey! Jangan dulu pergi. Aku tidak ingin pulang ke rumah, lalu berlama-lama menatapmu membeku di layar ponsel. Kau terlalu indah untuk ku biarkan berkeliaran di linimasa. Sudah, duduk saja disebelahku, hingga di penghujung zaman bila perlu. Aku takkan keberatan. Jangan tanya kenapa. Logika telah mati. Ajukan saja pertanyaan muluk itu pada jantungku yang berdebar saat tenggelam senyumanmu (meski kutahu senyumanmu untuk saat ini hanya basa-basi normatif). Tumbuh harapan dalam hatiku; berharap kelak dapat kutemui senyumanmu yang sesungguhnya. Dan jika tidak berlebihan, akulah orang yang membuatmu tersenyum.
Kau pun pamit undur, menyisakan wangi yang pekat mewarnai udara. Tanpa mau bertanggung jawab, kau tinggalkan aku termabuk sendirian. Jika kasmaran adalah narkotik, maka kau lah bandarnya. Dan aku bagaikan pencandu yang rela menggadaikan jiwa demi menatap matamu sekali lagi.
Ini yang sedang saya alami
BalasHapusUdah ijin sama bung fiersa??
BalasHapus